untuk informasi

send an email

YAYASAN  ISLAM  RIYADHUL  JANNAH


 

 

Mukadimah

Buletin

Aqidah

Manhaj

Info Maluku

Tanya-Jawab


   

15 Agustus 2000

Oknum TNI AD Merusuh di Talake

Ambon, MHI (15/08/2000)

Keberadaan aparat keamanan dari TNI AD kesatuan Kostrad dari Batalyon 527, Jawa Timur di Ambon yang selama ini selalu memihak kelompok Kristen, kembali menunjukkan sikap tidak bersahabat kepada kaum Muslimin. Setelah menembak mati 6 anak muslim dan melukai 14 anak muslim lainnya pada hari Jum’at (11/08/2000) yang lalu, hari ini Senin (14/08/2000) kembali melukai umat Islam. Beberapa oknum Kostrad dengan beringas merampok warga muslim di kampung Tanah Lapang Kecil (Talake), di depan Telkom Ambon, sekitar pukul 01.30 WIT dini hari.

Aksi perampokan yang berkedok razia senjata tersebut dilakukan aparat Yon 527 di rumah-rumah penduduk desa Talake menggunakan tehnik pertempuran dan penyergapan ala militer. Oknum kostrad yang pro Kristen RMS tersebut tanpa basa-basi langsung menendang pintu rumah-rumah yang terletak di samping Masjid Al Istiqomah, Talake, Kodya Ambon.

Tak cukup itu saja, setelah oknum pro Kristen RMS berhasil menjebol pintu rumah penduduk, begitu memasuki rumah langsung menodongkan senjatanya ke arah wajah penghuninya. Lalu oknum tak bermoral ini menyuruh muslimin Talake diam di tempat disertai ancaman akan ditembak kalau berani bergerak.

“Saat itu saya sangat terkejut sekali, karena tanpa didahului suara apa-apa, tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar. Selang beberapa menit kemudian pintu rumah saya ditendang hingga jebol. Melihat itu semua saya menjadi bertanya-tanya ada apa ini ?,” keluh Najar Saimimi, kepada liputan MHI di kediamannya.

“Aksi oknum Kostrad berlanjut, begitu mendapatkan jalan untuk masuk ke rumah saya, aparat tersebut masuk ke rumah. Dan yang lebih membikin jantung berdegup kencang, begitu masuk aparat yang pro kristen itu langsung menodongkan moncong senjata ke arah mukanya”, ungkap Najar. “Bapak duduk disini, jangan coba-coba bergerak, kalau nekat bergerak nanti saya tembak,” kata Najar menirukan ucapan aparat yang mengancamnya itu.

“Setelah itu, mereka mengobrak-abrik isi rumah untuk mencari sesuatu apa yang tidak diketahui oleh pemilik rumahnya. Tak sampai disitu saja, mereka juga naik ke loteng rumah. Menurutnya, semua aksi tersebut mereka lakukan dengan cara mematikan lampu. Bahkan lampu penerangan yang terletak di jalanpun diputus oleh mereka,” kata Najar.

Hal serupa juga dialami oleh beberapa warga di sekitar masjid Istiqomah, seperti H. Sarifudin Huad, Ramli, Sofyan, Abu Bakar, H. Wahab dan lain-lainnya. Bahkan tempat tinggal anggota Laskar Jihad Ahlussunnah Wal Jama’ah, yang terletak di depan masjid Talake tak urung menjadi sasaran keberingasan aparat yang pro Kristen RMS ini. “Kalau mereka melakukan razia, tentunya bukan cara yang begitu, karena cara mereka itu adalah mirip perampok,” kata H.Sarifudin, yang rumahnya diacak-acak selama 45 menit.

Ia menambahkan, dalam melakukan aksinya perampok tersebut menggunakan baju yang menutupi atribut kesatuannya (yang ternyata 527), senjata organik laras panjang lengkap dengan sinar infra merah. Bahkan aparat yang telah melanggar HAM ini memaksa memasuki kamar 2 anak perempuannya yang saat itu sedang tidur.

Ternyata aksi para ‘perompak darat’ tersebut tidak hanya dilakukan di dalam rumah-rumah penduduk saja, tetapi juga terhadap para pejalan kaki. Seperti yang dialami Ramli, yang saat itu berjalan saat meronda, dirinya langsung ditodong, dengan cara tangan dinaikkan ke atas. Selanjutnya, dirinya ditanya macam-macam sampai bingung, dan di lubuk hatinya bertanya, beginikah cara memperlakukan sesama manusia. Perilaku aparat tersebut tak ubahnya seperti serigala yang haus akan darah, sungguh tak berperikemanusiaan. Tidak cukupkah 6 nyawa melayang untuk memuaskan hawa nafsu syaithoniyyahnya ?.

Penjarah Bertopeng Aparat

Masyarakat dihinggapi rasa ketakutan dan keanehan atas tingkah laku aparat yang pantas menyandang gelar ‘stress’ tersebut. Tanpa alasan yang jelas, selanjutnya aparat 527 tersebut menggeledah dompet warga dan setelah dibuka mereka langsung mengambil isinya, seperti beberapa kartu ATM, Buku Tabungan, KTP tanpa memberi tahu untuk apa.

Seorang warga setempat yang bernama Anas, secara tiba-tiba ditodong sambil berdiri dan tidak boleh bergerak sama sekali. Lalu aparat yang memeriksa dengan merogoh kantongnya sekaligus mengambil dompet yang di dalamnya, setelah itu aparat yang memeriksanya itu mengambil ATM BII miliknya.

Sementara itu, Usman Latupa yang saat itu diperiksa di dalam kamar, diinterograsi macam-macam. Namun pada akhirnya, aparat perampok tersebut meminta buku tabungan yang dimilikinya termasuk juga KTP. Lalu tanpa ba-bi-bu, aparat tersebut mengambil buku tabungan BRI berikut KTP-nya.

Serangan serempak yang dilancarkan oleh gabungan 5 Batalyon yang sedang diboikot dari kesatuan Yon 527, 509, 621, 622, dan Yon 623 juga melakukan perusakan dan penjarahan terhadap gudang beras milik muslimin. Gabungan aparat tersebut mengobrak-abrik persediaan beras dan kemudian puluhan oknum tersebut menyiramnya dengan minyak tanah.

Dasar oknum aparat bermoral rendah, ketika mereka menemukan ada persediaan Supermi dan Rinso di dalam rumah, aparat tersebut langsung mengambilnya. “Ini menunjukkan kalau mereka adalah perampok bersenjata yang berkedok merazia senjata,” ujar para saksi dan korban penjarahan tersebut.

Muslimin Resah

Menghadapi kenyataan tersebut, warga di kampung Talake ketika MHI temui menyatakan, saat ini warga merasakan keresahan, karena peristiwa tersebut baru pertama kali terjadi sejak kerusuhan tahun yang lalu. “Begitu kami ingat mereka menggunakan moncong senjata saat membentak kami, maka kami jadi ketakutan sendiri, karena aparat yang seharusnya menjaga warga itu ternyata justru menjarah dan berpenampilan seperti layaknya seorang perampok,” kata warga Talake.

Menurut H. Sarifudin, tindakan aparat kali ini sangat merendahkan martabat orang Islam, karena muslimin ditodong seperti penjahat di rumahnya sendiri. “Tindakan mereka terhadap kami, persis seperti PKI saat menculik para Jendral, yakni dengan bentakan kasar, dimatikannya lampu-lampu rumah dan jalan yang semuanya diikuti dengan ancaman moncong senjata,” katanya.

Merasa diperlakukan seperti penjahat, maka hari itu juga Ridwan, ketua selaku ketua Pemuda Muslim melaporkan permasalahan ini ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku dan berbagai ormas Islam, untuk menyampaikan protes kepada Pangdam dan Gubernur, selaku penguasa Darurat Sipil. Dan saat itu juga MUI menyatakan protes terhadap Komandan Lapangan DS dan selanjutnya akan di teruskan ke tingkat Pangdam.

Sementara itu, beberapa aparat Denpom yang berhasil MHI hubungi menyatakan, tindakan aparat yang kasar dan menodongkan senjata kepada warga itu adalah tidak benar, apalagi diikuti dengan perusakan dan penjarahan, karena semua tidak dibenarkan di dalam tubuh tentara. Inilah bukti adanya ketidakseriusan pemerintah menuntaskan masalah Maluku, dengan mengalihkan perhatian Muslimin yang sedang menghadapi bahaya RMS di Maluku. (Zhr)

16 Agustus 2000

Penguasa Darurat Sipil Maluku :
   
                     “Tindak Oknum Aparat Yang Merampok Warga Talake…”

Ambon, MHI (16/08/2000)

Penguasa Darurat Sipil propinsi Maluku, Dr. Saleh Latuconsina menyatakan pihaknya akan menindak oknum aparat keamanan yang merampok warga Talake, saat melakukan sweeping (razia) pada hari Senin (14/08/2000) dini hari.

Pernyataan Gubernur tersebut disampaikan saat mengadakan pertemuan di salah satu kediaman warga muslim di Waihaong dari pukul 20.00 WIT hingga pukul 22.00 WIT kemarin, berkaitan dengan aksi perampokan oleh para oknum aparat.

Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain tokoh-tokoh birokrasi dan korban keberingasan oknum aparat dari ummat Islam yang berjumlah sekitar 10 orang, terdiri dari para pengurus MUI, utusan dari beberapa tokoh muslimin setempat, anggota Laskar Jihad Ahlussunnah Wal Jama’ah dipimpin oleh Dewan Pembina Laskar Jihad yakni Ustadz Banani.

Menurut Saleh Latuconsina, pihaknya akan memerintahkan Pangdam XVI Pattimura I made Yassa untuk menindaklanjuti berkas perkara dan menindak tegas oknum-oknum Kostrad dari 5 batalyon TNI AD yang melakukan perampokan bertopeng sweeping di Talake itu.

Selain itu, Gubernur juga mengungkapkan bahwasanya saat ini pihak Kristen RMS sedang menggalang opini untuk memulangkan Laskar Jihad dan aparat TNI yang diBKO-kan. Pihak Kristen RMS berharap dengan masuknya pasukan PBB dan dipulangkannya Laskar Jihad maka PBB akan diadu dengan kaum muslimin didukung dengan pemutarbalikan media massa pro Kristen RMS.

Sementara itu ditempat terpisah, Sekretaris Pokja Majelis Ulama Indonesia (MUI) propinsi Maluku, Malik Selang, kepada tim MHI di ruang kerjanya menjelaskan, pihaknya telah meneruskan laporan warga Talake ke Kodam dan Denpom Maluku, kini sedang ditunggu tindak lanjutnya.

Dansektor Mengakui

Malik Selang menambahkan pihaknya sudah mendapat jawaban dari Komandan Sektor (Dan Sektor) Pengamanan wilayah Maluku, Mayor Iswanto, perihal perampokan yang dilakukan anak buahnya. Mayor Iswanto menyatakan adanya aparat dari kesatuan 527 mengakui kalau anak buahnya mengambil kartu ATM dan Buku Tabungan milik warga.

Ternyata setelah diperiksa, ternyata diantara pelakunya terdapat aparat yang semula beragama Islam, kini telah murtad. Saat ini, tindak lanjut dari pihaknya, sedang mengupayakan penyelesaian dengan diserahkan pada Kodam setempat dan jawaban secara tertulis telah disampaikan kepada MUI setempat. “Kalau memang tidak disengaja kenapa barang yang diambilnya itu dikembalikan ke Kodam, bukan langsung ke masyarakat atau melalui MUI,” kata Malik Selang.

Secara terpisah Ketua Front Pembela Islam Maluku (FPIM), Husein Toisuta, kepada tim MHI menyatakan pihaknya akan memproses secara hukum atas tindakan aparat keamanan gabungan dari 5 Batalyon Kostrad tersebut terhadap warga muslim Talake. “Kami tidak akan tinggal diam, semua harus terungkap dan aparat yang terlibat harus ditindak,” tegasnya. (Zhr)

17 Agustus 2000

Kapolda : Pihak Kristen Pemicunya

Ambon, MHI (17/08/2000)

Kapolda Maluku Inspektur Jendral Firman Gani menyatakan bahwa terjadinya pertikaian dan kerusuhan di Ambon yang berlangsung hingga saat ini semuanya diakibatkan oleh ulah provokator dari RMS Kristen yang memulai pemusuhan, dengan cara menyerang umat Islam yang sedang merayakan perayaan Idul Fitri, 19 Januari 1999.

Pernyataan tersebut disampaikan Kapolda kepada liputan MHI di sela-sela kunjungannya ke gedung Ashari, komplek masjid Raya Al Fatah, Selasa (15/8) kemarin. Di Gedung Ashari inilah ke-14 anak-anak mendapatkan perawatan secara darurat, setelah diberondong oknum aparat dari kesatuan 527 dan Kostrad dari Kalimantan pada hari Jum’at (11/8) yang lalu.

Namun ketika didesak tentang penanganan akar permasalahan utama, yakni melumpuhkan makar RMS terhadap muslimin, sikap Kapolda terkesan mengalihkan perhatian, dengan melontarkan harapannya mewujudkan perdamaian di bumi Ambon. Padahal perdamaian yang terciptapun hanya semu belaka, mengingat sumber dan akar permasalahan tak pernah disentuh.

Mensikapi pernyataan Kapolda tersebut, warga muslim di Ambon merasa di lecehkan, pasalnya di dalam tubuh pihak keamanan terdapat indikasi yakni keengganan aparat untuk mengadili dan menindak pelaku utama kerusuhan, walaupun korban umat Islam telah begitu banyak berjatuhan.

“Dengan pernyataan itu, maka Kapolda hanya mementingkan target penyelesaian tugas semata yakni berusaha mewujudkan perdamaian, tanpa melihat akar permasalahan. Selain itu dia juga tidak mau melihat berapa ribu nyawa kaum muslimin yang melayang, rumah yang rusak terbakar dan berapa ratus ribu saat itu warga muslim yang mengungsi keluar dari Maluku ? ” kata Muhammad Hasan.

Sementara itu, Ketua Front Pembela Islam Maluku (FPIM), Husein Toisuta, SH menyatakan kalau akar permasalahan tidak ditangani maka jangan dikira dapat mewujudkan perdamaian, karena derita umat Islam terlalu parah. Ummat Islam hanya menuntut agar para pelaku dan otak kerusuhan tersebut diadili, sehingga masyarakat dunia mengetahui siapa sebenarnya yang bersalah dan patut dihukum.

K
etua Forum Kepedulian Muslim Maluku (FKMM), Husni Futuhena, SH menyatakan, kalau akar permasalahan tersebut tidak disentuh maka bentuk perdamaian apapun tidak akan berhasil, sebab supremasi hukum tidak pernah ditegakkan. (Zhr)

 

18 Agustus 2000

Laskar Jihad Pembela Umat Islam

Ambon, MHI (18/08/2000)
Tragedi Ambon yang saat ini telah memasuki bulan yang ke-19, belum menunjukkan tanda-tanda bakal mereda. Sampai saat ini, hari Jumat 18 Agustus 2000, semua bentuk pertikaian dan perseteruan antara umat Islam melawan Kristen RMS tidak pernah menunjukkan kapan akan berakhir. Bahkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir menunjukkan eskalasi pertikaian yang tidak dapat dikatakan menurun, menyusul adanya serangan balik RMS yang didukung diam-diam oleh negara donornya.

Melihat kenyataan tersebut, lambat-laun masyarakat muslimin Indonesia diharapkan dapat menyimpulkan sendiri terhadap semua tragedi dan pertikaian yang berlatar belakang agama antara Islam dan Kristen . Pihak Kristen RMS selaku pemicu semuanya, mereka telah melakukan penyerangan, pembakaran dan pembantaian terhadap umat Islam, semenjak hari Selasa tanggal 19 Januari 1999 yang lebih dikenal dengan tragedi “Iedhul Fithri Berdarah”.

i kalangan masyarakat Maluku, khususnya warga muslim, sudah tertanam suatu tekad penyelesaian, yakni dengan 2 jalan yaitu peperangan sampai dengan salah satu pihak menang atau Kristen RMS mengakui segala kesalahannya dan bersedia dihukum setimpal dengan perbuatannya. Serta tokoh-tokoh Kristen RMS di luar dan dalam negeri yang terlibat dalam pembantaian dan pengusiran terhadap umat Islam harus diadili.

Kalangan ummat Islam Ambon dalam setiap kesempatan selalu menyampaikan kepada pemerintah maupun aparat keamanan agar keinginan mereka tersebut dapat terpenuhi. Namun, aparat keamanan selalu besikap dingin menanggapi aspirasi umat Islam tersebut. Keinginan umat Islam untuk hidup damai dan tentram belum dapat diwujudkan oleh aparat dan pemerintah. Sebenarnya, para penguasa daerah menginginkan terwujudnya rekonsiliasi (perdamaian), namun mereka mengabaikan akar permasalahan yang merupakan penyebab awal kerusuhan, yakni dengan menangkap dan mengadili provokator-provokator Kristen RMS.

Bagaimanapun umat Islam tidak dapat menerima semua bentuk usulan dan program pemerintah itu, karena rekonsiliasi hanya menjadi pelindung dan sarana cuci tangan bagi Kristen RMS. Bahkan umat Islam Ambon dibuat trauma dan bosan terhadap berbagai bentuk rekonsiliasi maupun perundingan, sebab sudah berpuluh-puluh kali langkah tersebut ditempuh. Adapun hasilnya selalu dapat ditebak, perundingan demi perundingan hanya dimanfaatkan oleh pihak Kristen RMS untuk menyusun kekuatan, mengatur strategi, untuk kemudian menyerang kaum muslimin dengan pola yang berbeda.

Betapa trenyuh hati Muslimin yang merupakan unsur pendiri NKRI tergerak begitu mendengar saudara-saudaranya di bumi Maluku menjadi bulan-bulanan orang Kristen yang bergerak dibawah bendera separatis Republik Maluku Sarani (RMS). Partisipasi muslimin dari berbagai wilayah lewat wadah Laskar Jihad Ahlu Sunnah ternyata dilokalisir oleh RMS Kristen dengan menyebut Laskar Jihad adalah perusuh dari Jawa. Kenyataannya ribuan anggota Laskar Jihad terdiri dari muslimin dari Timor, Maluku, Bali, NTT, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan Jawa.

Ribuan kaum muslimin tersebut menyempatkan diri untuk meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan dananya agar dapat menolong saudara-saudara mereka di Maluku. Selain itu, sebagian umat Islam yang lain menyumbangkan semua potensi yang dimilikinya dengan cara terjun langsung ke bumi Ambon, untuk bahu-membahu mengadakan perbaikan dalam berbagai sektor kehidupan. Terlebih lagi, Laskar Jihad mendorong upaya membangkitkan semangat hidup mereka dan semangat muslimin Maluku untuk mengembalikan kewibawaannya setelah berbulan-bulan berada di bawah tekanan separatis Kristen RMS.

Laskar Jihad Ahlussunnah Wal Jama’ah, merupakan kelompok kaum muslimin yang langsung terjun ke bumi Ambon dengan harta, jiwa dan segenap kemampuannya untuk membantu saudara-saudaranya yang tertindas. Walaupun Laskar Jihad hanya berkekuatan 10.000 personil, ternyata ratusan ribu pasukan Kristen RMS gamang menghadapi muslimin Maluku yang dibantu Laskar Jihad. Akhirnya sebagian besar pasukan RMS hengkang menuju ke Papua maupun Sulut bahkan menuju negara-negara donor RMS, seperti Australia, Belanda, Amerika Serikat dan Philipina.

Selaku Panglima Laskar Jihad Ahlu Sunnah wal Jamaah Ustadz Ja’far Umar Thalib, beliau memimpin ribuan generasi muda Islam itu mulai melaksanakan misi dakwah, sosial, pemulihan keamanan dan pelayanan kesehatan masyarakat di Ambon. Demi menyukseskan misi tersebut, Laskar Jihad disebar ke seluruh perkampungan muslim yang berada di pulau Ambon dengan mengemban misi yang sama yaitu menegakkan Kalimatullah dan mengembalikan kemuliaan Islam.

Kehadiran Laskar Jihad di bumi Ambon ini ternyata disambut luar biasa bak pahlawan oleh muslimin setempat. Rombongan Laskar Jihad yang mendarat di pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, diarak dengan gegap gempita oleh muslimin setempat menuju masjid Raya Al-Fatah, Ambon. Sepanjang perjalanan, muslimin ‘Anshor dan Muhajirin’ ini meneriakkan ALLAHU AKBAR….. ALLAHU AKBAR …. diselingi derai air mata yang haru menyaksikan hadirnya Laskar Jihad.

Perlakuan masyarakat Ambon tersebut ternyata bukan hanya ditunjukkan ketika Laskar Jihad baru datang saja, namun sikap muslimin setempat sangat ramah, penuh kekeluargaan di keseharian selama bergaul dengan Laskar Jihad. Demikian eratnya hubungan antara sesama muslimin sehingga tak mungkin rasanya berpisah begitu saja seperti diharapkan oleh RMS Kristen.

Laskar Jihad tidak menjadi pongah dan lengah, namun tetap berpegang pada prinsip dan tujuan semula, yakni membantu umat Islam Ambon serta tidak ingin merepotkan saudaranya di Maluku. “Kedatangan kami ke bumi Maluku ini didasarkan oleh keinginan untuk membantu saudara-saudara seiman kami yang ditindas oleh pihak Kristen RMS,” kata Ustadz Ja’far Umar Thalib.

Sementara itu, ketua Front Pembela Islam Maluku (FPIM), Husein Toisuta, SH menyatakan, atas nama warga, dirinya menyambut gembira dan mendukung atas kedatangan Laskar Jihad. “Bahkan kalau bisa lebih banyak lagi dan bila perlu tidak usah pulang, namun menetap di Ambon saja,” jelas Toisuta.

Namun, kedatangan Laskar Jihad di bumi Ambon yang mendatangkan angin sejuk di kalangan umat Islam, ternyata membuat hati Kristen RMS bertambah ciut, sehingga saat ini mereka mati kutu dan tidak mampu berbuat macam-macam. RMS Kristen mulai kewalahan menghadapi serangan balik kaum muslimin yang saat ini semakin bersemangat membela agamanya.

Tokoh-tokoh Kristen RMS yang selalu licin bak belut dalam kaleng bekas oli, para bandit ini mulai menggunakan akal busuknya dalam melancarkan serangan balik via mass media. Para tokoh RMS tersebut membuat pernyataan bahwa yang menyebabkan suasana di Ambon rusuh lagi adalah Laskar Jihad, sehingga Kristen RMS menuntut kepada pemerintah agar Laskar Jihad segera dipulangkan dan keluar dari Maluku.

Kalangan Muslim dalam menilai sikap Kristen RMS tersebut menyatakan, semua pernyataan Kristen RMS tersebut adalah hal yang wajar, karena ucapan semacam itu hanya dilontarkan oleh orang yang kalah saja. Kristen RMS di kawasan Maluku bahkan di manca negara mulai takut akan keberadaan Laskar Jihad di Ambon. Kristen RMS mengakhawatirkan porak-porandanya rencana Kristenasasi Paksa Internasional di Asia Tenggara setelah berhasil menerapkan di negeri Kristen Philipina dengan membungkam paksa kaum muslimin di P. Mindanau, Moro dan Sulu.

Menyusul munculnya isu-isu yang dilontarkan pihak Kristen RMS tersebut, sejumlah tokoh Islam menyatakan pihaknya tidak menyetujui langkah-langkah pihak tertentu yang akan memulangkan Laskar Jihad. “Kalau ada pihak yang ingin memulangkan Laskar Jihad, maka akan kami hadapi, dan warga Ambon selalu berada di depan, samping dan belakang Laskar Jihad,” kata Husein Toisuta.

Sedangkan Ketua Badan Koordinasi Remaja Masjid (BKRM), Abdul Wahab meminta agar Laskar Jihad tidak usah meninggalkan Ambon, tetapi menetap di kota tesebut. Menurutnya keberadaan Laskar Jihad sangat bermanfaat dan membantu sekali bagi masyarakat, sehingga tidak ada alasan sama sekali untuk memulangkan Laskar Jihad.

Demikianlah, rasa ketakutan pihak Kristen RMS membuat mereka berusaha dengan berbagai cara untuk menyudutkan keberadaan Laskar Jihad, yang mereka lakukan melalui berbagai media yang beraliansi Kristen dalam bentuk tipuan dan pemutarbalikan fakta. Hal tersebut menunjukkan keberadaan Laskar Jihad di Ambon merupakan pembela bagi umat Islam, dan menjadi momok bagi separatis Kristen RMS (Zhr).

 

19 Agustus 2000


Dalang Provokator Terungkap

Ambon, MHI (19/08/2000)
Dalang kerusuhan puluhan oknum aparat yang diboikot muslimin Ambon mulai nampak ke permukaan. Salah satu oknum aparat yang nampak sekali sangat membenci muslimin setempat yakni Komandan Sektor (Dan Sektor) A Ambon Pemulihan Keamanan di Ambon, Kolonel Inf. Siswanto.

Seorang perwira menengah dari TNI AD bernama Siswanto, yang telah murtad dari agama Islam beberapa waktu yang lalu ternyata memberikan komando-komando penuh keberpihakan terhadap pihak Kristen RMS. Bahkan sejumlah tokoh-tokoh muslim dan aparat telah menyatakan bahwasanya Dan Sektor yang murtad dari Islam tersebutlah sebagai provokator utama kerusuhan Ambon setelah Max Tamaela hengkang dan pimpinan RMS kabur ke Belanda.

Dan Sektor yang mestinya turut menciptakan kondisi yang stabil dan aman justru ikut membantu pihak Kristen RMS dalam mengembangkan opini kepada dunia internasional. Dan Sektor inilah yang menyatakan dalam beberapa kesempatan agar seluruh masyarakat Ambon menentang keberadaan TNI di kota ini, sehingga pasukan PBB dapat segera hadir di Ambon.

Menurut beberapa aparat yang baru datang di Ambon, menyatakan Siswanto memberikan masukan dan doktrin yang negatif terhadap aparat keamanan yang baru datang, ia menyatakan kalau kondisi di Ambon sangat genting. Lalu Siswanto memerintahkan anak buahnya dalam upaya mengatasi kerusuhan tersebut harus dengan tindakan yang tegas, penanganan secara keras dan tembak di tempat.

Bukti nyata akibat doktrin yang tidak mengacu pada prinsip-prinsip HAM ini dengan memberikan instruksi kepada aparat yang baru datang untuk bertindak secara kasar, memerintahkan untuk tembak di tempat sehingga terjadi dua tragedi yang sangat tragis, yakni penembakan terhadap massa muslim di Mardika (Jum,at, 11/8) demi membela pencuri motor milik muslimah dan melakukan penjarahan terhadap harta milik warga Talake (Ahad, 13/8).

Sejumlah aparat yang baru datang dari beberapa kesatuan Kostrad yang diboikot kepada sejumlah warga muslim di Talake mengatakan, kalau dirinya selama ini tidak diberi kesempatan untuk melakukan sosialisasi dengan warga, sehingga tidak mengetahui permasalahan yang sebenarnya, seperti keterlibatan tangan-tangan asing.

Sebagai prajurit yang sapta margais dan setia dengan sumpah prajurit, akhirnya aparat tersebut menjalankan tugas sesuai dengan perintah atasannya, Siswanto. Namun setelah aparat baru itu tahu permasalahan yang sebenarnya akhirnya banyak yang menyesal. “Setelah kami menyaksikan semua, ternyata yang kami lihat dengan informasi yang masuk kepada kami tidak sama,” kata aparat Kostrad tersebut.

Tim pengacara MUI Ambon, Hamdani Laturua, SH dan Munir, SH terhadap kenyataan tersebut menegaskan, kalau yang menjadi provokator di Ambon selama ini adalah Dan Sektor A itu. Maka MUI dan seluruh muslimin Ambon menuntut pada pemerintah DS Maluku dan pemerintah pusat agar aparat yang tersebut ditindak.

“Kami akan menuntut kepada penguasa darurat sipil (DS) untuk menindak oknum Dan Sektor itu, dengan mencopot posisinya dan mengeluarkannya dari Maluku,” kata pengacara tersebut saat mengadakan pertemuan antara aparat dan tokoh masyarakat Talake di kediaman ketua RT, H. Ahmad bin Umar, Sabtu (19/8).

Menurut kedua pengacara tersebut, terhadap 2 insiden yang dialami warga muslim diatas Dan Sektorlah yang menjadi penanggungjawab, karena dialah yang mengeluarkan perintah. Sehingga akibat perintah yang didasari perasaan berat sebelah tersebut maka terjadi ketegangan antar aparat dengan masyarakat muslim.

“Kondisi itulah yang diinginkan oleh orang kristen, yakni menciptakan permusuhan antara TNI dengan warga Muslim, berarti oknum Dan Sektor itu ikut membantu pihak kristen untuk mendatangkan pasukan PBB ke Ambon,” kata ketua pemuda Talake, Ridwan Umar.

Aparat yang terkondisikan dengan berbagai doktrin inilah yang akan menyulut terjadinya benturan antara aparat dengan warga muslim Ambon. Adapun target selanjutnya mudah ditebak, aparat TNI/Polri akan sangat dibenci dan dituntut untuk dipulangkan. Sehingga seakan-akan antara muslimin dan Kristen RMS memiliki kesamaan suara, yakni berkesimpulan bahwasanya aparat pemerintah NKRI tidak sanggup menyelesaikan konflik Maluku.

Solusi terakhirnya yang amat sangat diharapkan organisasi Kristen Internasional yakni pemulangan TNI/Polri serta Laskar Jihad kemudian digantikan prajurit Kristen Internasional dari DK PBB. Akhirnya Kongres Rakyat Maluku berakhir dengan sukses dengan menangnya voting tentang berdirnya Republik Maluku Sarani setelah muslimin dihabisi oleh DK PBB yang bersatu dengan RMS. Inilah skenario panjang Kristenisasi Asia di Indonesia lewat taktik divide-et-impera ala kolonialisme Kristen. Wallahu Musta’an. (Zhr)

 

Ribuan Pengungsi Muslim Harapkan Relokasi

Ambon, MHI (20/08/2000)

Ribuan pengungsi muslim yang menjadi korban kerusuhan di Ambon yang saat ini menempati lokasi penampungan di gedung THR Waihaong dan komplek pertokoan Batu Merah, Kodya Ambon mengharapkan bantuan relokasi dari pemerintah dengan menyediakan tempat tinggal yang baru.

Pasalnya, ribuan pengungsi tersebut sudah menempati lokasi penampungan sudah hampir 2 tahun lamanya. Sementara itu pemerintah daerah terkesan cuek terhadap nasib mereka, bahkan terkesan tidak terurus.

Seperti yang Liputan MHI lihat saat mengadakan pemantauan di lokasi penampungan pengungsi di THR, Ahad siang (20/08/2000). Ribuan muslimin yang selama ini tinggal di kamp pengungsian hanya menempati lantai gedung THR tanpa ada pembatas, sehingga diantara keluarga yang satu dengan yang lainnya tidak terdapat privasi, padahal mereka terdiri dari pria dan wanita.

“Sejak kampung kami diserang pasukan RMS Kristen pada tanggal 20 Januari 1999, maka sejak saat itu kami menjadi penghuni lokasi penampungan THR ini,” kata ketua Posko Pengungsi, Siti Sangaji kepada LL di kapling pengungsian yang seluas 3 meter persegi dan tanpa ada pembatas.

Pengungsi yang berasal dari kampung Waringin, Nusaniwe, Kodya Ambon menambahkan, selama menjadi pengungsi, dirinya bersama ribuan pengungsi yang lain hanya mendapatkan bantuan pangan dari pemerintah daerah selama dua bulan saja, yakni masa awal kerusuhan.

Semenjak bulan Maret 1999, praktis bantuan kemanusiaan dari pemerintah setempat tidak pernah ada, apalagi bantuan kesehatan. Disinilah peran penting penyaluran bantuan lembaga dan organisasi Islam dari luar Maluku seperti Laskar Jihad yang memberikan bantuan kesehatan secara berkala. Para pengungsi yang berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari, terdapat beberapa diantaranya membuat makanan kecil untuk dijual, baik dijual di lokasi pengungsian maupun di pasar-pasar dan pusat keramaian. Salah satu penyebab kondisi ini, yakni disebabkan walikota Kodya Ambon yang bernama Chris Tanasale berpihak pada Kristen, sesuai dengan agama yang dianutnya.

.

Di lokasi pengungsian lainnya, yakni di komplek Ruko Batu Merah, tim MHI menjumpai beberapa puluh pengungsi yang merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok. Walaupun para pengungsi tertampung di Ruko, namun mereka tidak mempunyai pekerjaan tetap lagi, akhirnya terpaksa kerja serabutan yang tidak tentu pendapatannya.

Dampak dari semua itu, anak-anak para pengungsi turut memperkerjakan diri mengais rejeki dengan cara berjualan beraneka macam barang di pasar Batu Merah, kuli dan kenek angkutan kota. Padahal usia mereka masih sangat belia, yakni antara 6-12 tahun.

Kepada tim MHI, sejumlah tokoh masyarakat menegaskan selama ini pengungsi Muslim memang tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah melalui dinasnya. Padahal para pengungsi yang paling banyak menjadi korban kekejaman RMS Kristen di Maluku adalah umat Islam.

Kenyataan tersebut sangat bertolak belakang sekali dengan apa yang diterima oleh para pengungsi kristen, dimana mereka mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, khususnya kodya Ambon. Tindakan pemerintah yang tidak adil diantaranya pembangunan kamp pengungsi yang memadai maupun rumah-rumah darurat, seperti yang dilakukan di Kuda Mati, Batu Gantung, Passo dan Waititiri.

Ditambah lagi puluhan LSM asing serta Komisi HAM dan Kemanusiaan PBB hampir semuanya berusaha membantu pihak Kristen RMS dan hanya 2 saja yang masuk di daerah muslim. Volume bantuannya pun sangat jauh sekali dengan jumlah pengungsi yang ada. Hal ini wajar sebab misinya sejak awal untuk membantu ummat Kristen yang baru-baru ini mengalami kekalahan, LSM asing dan lokal pro Kristen tersebut mendirikan kantor pusat di daerah Kristen agar mudah menjangkau targetnya. Kalaupun ada yang masuk ke wilayah Muslim, muslimin telah mencurigainya sebagai spionase dan mata-mata Kristen, mengingat awal konflik Maluku memang dimulai pihak Kristen RMS.

Sejumlah pengungsi juga mengharapkan kepada masyarakat muslim seluruh Indonesia untuk membantu mereka. “Kami sudah banyak mengalami penderitaan sejak diserang pemberontak kristen RMS, sehingga kalau bukan saudara seiman siapa lagi yang akan membantu kami,” keluh mereka. (Zhr)

                                         RMS Menunjukkan ‘Hidungnya’

Ambon, MHI (20/08/2000)

RMS menunjukkan hidungnya secara terang-terangan berada di balik semua konflik dan permasalahan di Ambon, maka pantas disebut RMS sebagai ‘yang tertuduh’. Kemarin pada tanggal 17 Agustus 2000, massa RMS mendatangi di Wisma Duta, Wassenaar dan kantor KBRI di Jl. Tobias Asserlaan No. 8, Den Haag, Belanda.

Kabidpol KBRI Den Haag, Fahmi Pasaribu yang menerima delegasi RMS tersebut menyatakan bahwa rombongan RMS tersebut bermaksud menyampaikan pernyataan sikap yang ditujukan kepada presiden dimana pihaknya hendak menanyakan tindak lanjut dari dialog-dialog yang sudah dilakukan antara Presiden Dur dengan Pemerintah RMS demi penyelesaian konflik di Maluku yang sampai kini belum juga padam.

Sopacua pemimpin rombongan delegasi RMS sebagai Sekretaris Kongres Nasional Maluku (salah satu organisasi bentukan RMS) mengakui pihak RMS dan RI telah melakukan dialog di Jakarta pada September 1999, lalu pada bulan Desember 1999 d Ambon dan pada akhirnya di Den Haag pada tanggal 3 Pebruari 2000 yang lalu. Dialog ini merupakan upaya penyelamatan populasi RMS yang semakin terkikis habis di Maluku dan Maluku Utara. Di pihak RMS membantai muslimin, tidak mungkin langkah-langkah perdamaian dan rekonsiliasi ini ditempuh RMS Kristen.

Pemberontak RMS tersebut tidak segan-segan mengancam akan terus merusuh di Maluku. Sopacua antek-antek Kafirin Internasional mengatakan, "Jika Gus Dur ternyata bermain-main dengan kami dan ternyata pertemuan dengan kami selama itu hanya sekedar window dressing saja, maka kami akan meneruskan perjuangan kemerdekaan Maluku dengan cara kami sendiri!". Cara yang dimaksud RMS tentunya seperti yang sudah-sudah, pembantaian muslimin dan bumi hangus kepulauan Maluku. (Imk)