Mukadimah Buletin Aqidah Manhaj Info Maluku Tanya-Jawab Pers

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pertanyaan 1:

Ustadz, melalui rubrik ini ana ingin menanyakan suatu hal yang masih ana ragukan, yaitu bahwa hukum jilbab bagi wanita adalah wajib. Lalu bagaimana tentang batasan umur bagi wanita yang diwajibkan untuk memakai jilbab? Apakah anak perempuan yang belum baligh juga wajib untuk memakai jilbab? Dan bagaimana hukumnya seorang wanita yang sudah baligh tidak mengenakan jilbab?
Atas jawabannya ana ucapkan jazakumullahu khairan.
(Lina - Purbalingga)

Jawaban 1:

  1. Ananda Lina, seorang wanita yang diwajibkan mengenakan jilbab bukan dipandang dari sisi umurnya, melainkan dari baligh atau belumnya wanita tersebut. Jika wanita tersebut belum baligh (belum haid atau mimpi basah), maka tidak diwajibkan memakai jilbab. Namun jika sudah baligh, maka wajib memakainya. Karena wanita yang belum baligh tidak terkena hukum-hukum syariah.
    Namun, perlu ananda ingat bahwa termasuk dari pendidikan anak-anak yang berat ialah membiasakan anak-anak perempuan sejak usia yang masih muda sebelum balighnya untuk memakai jilbab dan pakaian muslimah yang menutup aurat mereka agar kelak ketika mereka dewasa, mereka dapat segera memahami bahwa jilbab yang sejak kecil sudah mereka kenakan adalah pakaian muslimah yang diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta`ala. Dan jiwa mereka sudah terlatih untuk malu melepaskannya dan malu mempertontonkan auratnya kepada orang-orang yang bukan mahramnya.
    Adapun tentang hukum seorang wanita yang sudah baligh tidak mengenakan jilbab, maka berarti ia telah melakukan maksiat kepada Allah dan berdosa dengan perbuatannya sebab Allah sudah menegaskan wajibnya jilbab di dalam firman-Nya:
    "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Ahzab: 59)
    Dan wanita yang meninggalkan jilbabnya juga diancam dengan sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam:
    "Akan ada di akhir umatku wanita-wanita yang berpakaian tetapi pada hakekatnya telanjang. Di atas kepala mereka bagaikan punuk-punuk unta. Kutuklah mereka karena mereka itu terkutuk." (HR. Thabrani dengan sanad yang shahih, lihat As-Shahihah no. 1326)

 
Pertanyaan 2:

Ustadz yang semoga selalu dilindungi oleh Allah Ta`ala. Ana mau tanya sesuatu yang ana kurang jelas masalahnya, yaitu tentang:

  • Bagaimana caranya berdoa dalam shalat, apa yang diucapkan (doa-doa itu), boleh bebas atau sudah ada dalam hadits ?
  • Berapa rakaat shalat tahajjud, dan kapan waktunya?
  • Atas jawabannya ana ucapkan jazakallahu khairan
    (Abu Yazid, Cilacap)

    Jawaban 2:

    1. Abu Yazid di Cilacap, berdoa di dalam shalat caranya seperti berdoa di luar shalat yakni dengan meminta hal-hal yang kita inginkan kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Hanya saja berdoa di dalam shalat ada yang sudah ditentukan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, ada pula yang bebas untuk hal apa saja yang kita inginkan (selama hal tersebut tidak berbentuk maksiat).
      Contoh, doa yang ada di dalam hadits ialah apa yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam kepada Abu Bakar radliyallahu `anhu ketika Abu Bakar meminta agar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengajarkan kepadanya kalimat doa di dalam shalat. Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda yang artinya : "Katakanlah: Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak mendhalimi diriku sendiri, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. Maka ampunkanlah aku dengan pengampunan dari-Mu dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Muttafaqun `alaihi)
      Dan di antara dalil yang membolehkan kita berdoa dengan kalimat apa yang kita inginkan ialah perintah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam kepada orang yang shalat untuk berdoa, apabila selesai membaca bacaan tahiyyah, sebagaimana sabdanya yang artinya : "Apabila salah seorang di antara kalian shalat, maka hendaklah ia berkata: "attahiyyatu lillah…. sampai sabda beliau: Kemudian hendaklah ia memilih doa yang paling ia inginkan dan berdoa dengannya." (Muttafaqun `alaihi dari hadits Ibnu Mas'ud radliyallahu `anhu)
    2. Kemudian tentang shalat tahajjud dan kapan waktunya, perkara ini telah dijelaskan di dalam hadits yang shahih dari Aisyah radliyallahu `anha, ia berkata yang artinya : "Bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam shalat pada waktu di antara Isya' dan Subuh sebanyak sebelas rakaat, dan salam setiap dua rakaat dan witir satu rakaat. (muttafaqun `alaihi).
      Dari hadits ini dapat kita ketahui bahwa jumlah rakaat shalat tahajjud ialah sebelas rakaat dan waktunya bisa dilakukan di awal malam atau tengah malam atau akhir malam, karena waktunya dimulai dari setelah shalat Isya' hingga masuk waktu subuh. (Lihat Al-`Uddah Syarhul Umdah 1/81). Adapun yang terbaik adalah pada waktu sepertiga malam terakhir sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Muzammil atau awal berkokoknya ayam sebagaimana yang terdapat dalam hadits-hadits shahih. Wallahu a`lam.

    Pertanyaan 3
    1. Ustadz yang ana hormati, ana ingin menanyakan tentang hukum wanita memotong pendek rambutnya. Atas perhatian dan jawabannya ana ucapkan jazakallahu khairan katsira.

    (Khalid, Malang

     

    Jawaban 3:

    Saudara Khalid, pertanyaan saudara ini dapat kami jawab dengan menukil keterangan Syaikh Shalih Al-Fauzan di dalam Kitabnya Tanbihat `ala Ahkam Takhtassu bil Mu'minat hal. 8-9, beliau menyatakan: "Adapun tentang wanita yang memotong pendek rambutnya, jika disebabkan suatu keperluan tertentu bukan karena untuk berhias / bergaya, maka dibolehkan seperti: wanita tersebut tidak mampu untuk mengurus rambutnya jika panjang atau memberatkan, maka tidak mengapa memotongnya sekadar kebutuhannya. Sebagaimana yang dilakukan sebagian istri-istri Nabi shallallahu `alaihi wa sallam sepeninggal beliau karena mereka meninggalkan untuk berhias diri setelah wafatnya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, dan mereka merasa tidak butuh lagi untuk memanjangkan rambutnya.

    Adapun jika seorang wanita memotong pendek rambutnya dengan tujuan untuk menyerupai wanita-wanita kafir dan fasiq atau untuk menyerupai kaum pria, maka ini adalah haram tanpa diragukan lagi disebabkan adanya larangan menyerupai kaum kuffar secara umum dan dilarangnya wanita menyerupai kaum lelaki. Adapun jika wanita tersebut memaksudkan untuk berhias ketika memotong pendek rambutnya, maka menurutku yang demikian tidak boleh."

    Kami terjemahkan kalimat qash (memotong) dengan "memotong pendek" karena beliau menukil setelahnya ucapan Syaikh Muhammad Amin As-Syinqithi bahwa memotong pendek rambut hingga hampir ke dasar rambut adalah kebiasaan orang barat.

    Dan jawaban ini kami tujukkan juga untuk Ummu Anas di Sidoarjo.

    Wallahu a`lam bis shawab

     

    Pertanyaan 3
    1. Ustadz yang saya hormati, di dalam shalat berjamaah sering saya mendengar imam dalam pengucapan perpindahan rukun yang satu ke rukun yang lain (takbir intiqal), hanya dengan mengucap "Allah" saja dan i'tidal dengan lafadh "sami` Allah" saja. Bagaimana hukumnya dan apakah ada dalilnya?

    (Bassam, Sragen)

    Jawab:

    Saudara Bassam, lafadh takbir intiqal haruslah sempurna dan tidak boleh mengucapkan "Allah" (……arab……) saja, karena yang demikian tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Yang dicontohkan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam adalah mengucapkan "Allahu Akbar" (…..arab……) pada takbiratul ihram dan takbir intiqal sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah.

    Demikian pula tentang ucapan ketika bangkit dari ruku'. Yang benar ialah ucapan "sami` Allahu liman hamidah" (…….arab……), bukan "sami` Allah" (…….arab……) saja, sebagaimana yang ada dalam hadits yang shahih:

    (hadits)

    Bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengangkat punggung dari posisi ruku' seraya mengucapkan: "Sami` Allahu liman hamidah." (HR. Bukhari dan Muslim)

    Jadi ucapan tersebut tidak benar dan tidak sah shalatnya karena takbiratul ihram (yakni takbir permulaan shalat) adalah rukun shalat. Tetapi bila orang tersebut bertakbiratul ihram tetapi yang disuarakan hanya kalimat "Allah". Sedangkan kalimat "akbar" terbaca tanpa suara, maka hal tersebut salah dan bid'ah, tetapi tidak membatalkan shalat.

    Wallahu a`lam.